Selasa, 14 Februari 2017

Khutbah Jum'at

Meneladani Nabi Muhaammad SAW


Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia,  
Pada kesempatan yang berharga dan di tempat yang mulia ini, marilah terlebih dahulu kita fokuskan fikir dan zikir kita kehadirat Allah SWT seraya memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya atas semua nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita semua. Dengan nikmat-nikmat tersebut kita masih diberi kesempatan untuk manjalankan aktifitas sebagaimana mestinya baik duniawi maupun ukhrowi. Shalawat serta salam semoga tersampaikan kepada Nabi akhirul zaman, insan yang paling mulia akhlaqnya, yaitu Nabi Muhammad SAW, semoga kita termasuk orang-orang yang akan memperoleh syafaatnya di Yaumulakhir nanti.
Nabi Muhammad merupakan sosok figur yang sangat mempesona, sopan dalam bertutur kata, jujur manakala ia bicara sepanjang hidupnya, tidak pernah berdusta serta luhur budi pekertinya. Hal inilah yang membuat kita terkagum-kagum kepada beliau bahkan dari dulu sampai saat ini semua orang di penjuru dunia mengagumi profil beliau mengingat Nabi Muhammad SAW memiliki kepribadian yang sangat luar biasa. Beliau mempunyai perilaku dan akhlak yang sangat mulia terhadap sesama manusia, khususnya terhadap umatnya tanpa membedakan, warna kulit, suku bangsa atau golongan apapun. Beliau selalu berbuat baik kepada siapa saja bahkan kepada orang jahat atau orang yang tidak baik kepadanya bahkan beliau berbuat baik kepada orang yang bukan beragama islam. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Allah SWT memberikan predikat dalam Al Qur’an kepada beliau sebagai “wainnakkka la’alla hukukin aaadzhim” yaitu Nabi Muhammad adalah manusia yang memiliki akhlak yang paling agung.
Kita sebagai umatnya yang berada diakhir zaman ini sepatutnya kembali mengingat beliau melaui peringatan maulid yang sering kita adakan guna menggali dan mencari tau lebih banyak lagi bagaimana sebenarnya sosok Nabi Muhammad SAW.
Di dalam Alquran Allah SWT. telah berfirman dalam                         Al-Qur’anul Karim, mengenai bagaimana figure Nabi Muhammad SAW. Hal ini terdapat dalam surat Al Ahzab ayat 21 yang berbunyi





 
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak”                        (QS. Al-Ahzab : 21).
Ayat ini menegaskan bahwasanya telah ada pada diri Rasulullah suatu uswah dan qudwah bagi kita selaku umatnya. Oleh karenanya marilah kita tata kembali komitmen ketaqwaan kita untuk lebih menghayati dan mengimplementasikan uswah dan qudwah rasulullah dalam menapaki kehidupan sehari-hari.
Hal yang paling mendasar yang dapat diteladani dari Rasulullah SAW itu meliputi 4 sifat yaitu sidik, amanah, tabligh dan fathonah.
Yang pertama “sidik”, memiliki pengertian bahwa Rasulullah SAW selalu benar (jujur) dalam ucapannya. Kebenaran ucapan ini dilakukan bukan hanya setelah beliau diangkat jadi nabi dan rasul, namun jauh sebelum itu semenjak masa kanak-kanak beliau tidak pernah berbohong sehingga mendapat gelar AL-AMIN. Segala sesuatu yang diucapkan oleh Rasul tidak pernah punya tujuan pribadi atau didasari oleh interest pribadi atau emosional pribadi, tetapi semua yang diucapkan oleh beliau didasari atas panduan wahyu dari Allah SWT. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat An Najm ayat 4-5:




Artinya:  bahwa tidak ada yang diucapkan oleh Muhammad berdasarkan hawa nafsunya, tetapi apa yang diucapkan semata-ata didasari atas wahyu dari Allah SWT”.
Oleh sebab itu marilah kita selalu umatnya meneladani sifat kebenaran dan kejujuran bilau baik benar dalam perkatan maupun benar dalam perbuatan.
Yang kedua, “amanah” (yang dapat dipercaya), Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong.

Arttinya: “Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.”                 (Al-A’raaf : 68)
Maka dari hal diatas dapat kita pahami bahwa Nabi Muhammad SAW selalu menjaga amanah yang diembannya. Tidak pernah menggunakan wewenang dan otoritasnya sebagai nabi dan rasul atau sebagai pemimpin bangsa Arab untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan keluarganya, namun yang dilakukan beliau semata untuk kepentingan Islam dan ajaran Allah. Sebagai contoh bahwa beliau sangat amanah dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa salah seorang sahabat beliau yang bernama Abu Thalhah pernah memberikan sebidang tanah yang subur kepada beliau tapi beliau tidak menggunakan tanah itu dengan seenaknya, tetapi beliau mencari sanak saudara Abu Thalhah yang berkehidupan kurang layak dan memberikan tanah itu untuk mereka, supaya taraf perekonomian mereka meningkat. Marilah kita selaku umatnya untuk berusaha menjadi orang yang amanah dalam berbagai hal seperti amanah: anak, harta, ilmu, jabatan dll.
Yang ketiga, “Tabligh”, sifat ini mempunyai pengertian bahwa rasulullah selalu menyampaikan segala sesuatu yang diwahyukan Allah kepadanya meskipun terkadang ada ayat yang substansinya menyindir beliau seperti yang tersurat dalam surat Abbasa, dimana Rasulullah mendapat teguran langsung dari Allah pada saat rasulullah memalingkan mukanya dari Abdullah Ummu Maktum yang meminta diajarkan suatu perkara  sama sekali tidak disembunyikan oleh beliau. Beliaupun tidak merasa kawatir reputasinya akan rusak dengan sindiran Allah tersebut, justru sebaliknya para sahabat tambah meyakini akan kerasulan beliau. Marilah kita teladani sifat tabligh ini.
Yang keempat, “Fatonah” (cerdas, intelek) adalah suatu keniscayaan untuk para nabi dan rasul karena tidak mungkin Rasulullah bisa menyampaikan wahyu yang berupa al Qur’an yang sedemikian banyaknya hingga mencapai 6.666 ayat dan 323.670 huruf tanpa ada yang salah dan keliru satupun. Jika beliau tidak mempunyai fondasi intelektual yang tinggi hal itu mustahil terjadi. Kecerdasan Rasulullah tidak hanya intelektual semata tetapi juga cerdas dari segi emosional dan spiritual. Marilah kita teladani sifat fatonah Rasulullah ini.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah keempat sifat Rasulullah ini kita implementasikan dalam kehidupan kita sebagai perwujudan cinta dan mahabbah kita kepada Rasulullah dan semoga kita menjadi golongan orang yang mendapat predikat fidunya hasanah wafil akhiroti hasanah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar